Raih Gelar Doktor, Stafsus Mendagri Herry Heryawan Berhasil Pertahankan Disertasi Tentang Pemolisian Demokratis

Jakarta – Staf Khusus (Stafsus) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bidang Keamanan dan Hukum Herry Heryawan resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Kepolisian dari Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK). Dia dinyatakan lulus dalam sidang terbuka promosi doktor di Gedung Tri Brata, STIK Lemdiklat Polri, Jakarta, Senin (4/3/2024).

Herry berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Upaya Pemolisian dalam Menghadapi Kompleksitas Persoalan di Papua: Penguatan Pelibatan Sosial dalam Pemerintahan, Pembangunan, dan Perdamaian”. Sidang terbuka dipimpin oleh Direktur Program Pascasarjana KIK Indarto, dengan promotor Bambang Shergi Laksmono, serta Co-Promotor Robertus Robert dan Djuni Thamrin.

Dalam sidang terbuka, Herry menguraikan kompleksnya persoalan di Papua karena disebabkan oleh lima akar masalah besar. Pertama, permasalahan hak asasi manusia. Kedua, tantangan kesejahteraan yang belum terselesaikan. Ketiga, diskriminasi dan marginalisasi. Keempat, diskursus mengenai status politik dan etno-nasionalisme yang terus berkembang di dalam negeri maupun luar negeri. Terakhir, kelima, kehadiran aparatus di Papua yang masih terlalu besar.

Menurutnya, jika dikaitkan dengan tugas Polri, maka hal di atas persis sebagaimana yang ditegaskan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Listyo Sigit Prabowo agar Polri mengawal pembangunan di Papua secara proporsional.

“Dengan mengedepankan dialog yang humanis kepada masyarakat, namun tegas terhadap kelompok yang mengganggu keamanan dan ketertiban,” kata Herry.

Dalam disertasinya, Herry melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif sebagai metode penelitian. Dia berhasil menemukan permasalahan yang ada sekaligus memberikan masukan.

Masukan tersebut yakni penekanan kesetaraan dalam penegakan hukum melalui berbagai aturan internal Polri seperti Perkap, maklumat, maupun Peraturan Kabaharkam (Perkaba) diakui telah mengubah perilaku anggota kepolisian menjadi lebih humanistik dan dialogis. Masukan berikutnya, mengimplementasikan keadilan restoratif (restorative justice) yang memungkinkan Orang Asli Papua (OAP) untuk mendapatkan keadilan yang lebih komprehensif dengan berbasis pada kepekaan antropologisnya.

“Ini memberikan ruang yang lebih luas untuk mengurai salah satu akar masalah di Papua, yakni diskriminasi dan marginalitas,” ujarnya.

Herry yang juga Mantan Dirsidik Densus 88 itu melanjutkan, temuan penting lainnya adalah berubahnya wajah pelayanan publik di Papua melalui strategi Binmas Noken dan pelayanan kepolisian sehari-hari (daily service).

Dalam paparannya, Herry menjelaskan, Binmas Noken dan daily service berbasis kesetaraan dan akuntabilitas, memberikan dampak langsung pada penghentian diskriminasi oleh kepolisian kepada OAP, serta menghilangkan perbedaan kualitas layanan antara OAP dan non-OAP.

“Dua dimensi tersebut secara tidak langsung juga meningkatkan sensibilitas dan pemahaman anggota kepolisian terhadap Hak Asasi Manusia,” jelasnya.

Masih dari disertasinya, Herry memiliki beberapa rekomendasi untuk Polri, salah satunya adalah Polri perlu memperluas diskursus Pemolisian Demokratis yang menjangkau isu-isu seperti peran Polri dalam perubahan iklim, kebencanaan, serta pengembangan kebudayaan tradisional.

“Hal tersebut menjadi penting mengingat Pemolisian Demokratis dapat menjadi kerangka kerja yang terbuka bagi berbagai masalah sosial di Papua,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri Fadil Imran dalam nasihat akademiknya berpesan kepada Herry untuk selalu memajukan disiplin ilmu yang menjadi titik pijak dalam meraih gelar doktornya. Selain itu juga mengerjakan beban akademis dan melakukan pengabdian untuk masyarakat luas.

Menurut Fadil, polisi itu tidak cukup hanya dengan memiliki kemampuan teknis dan leadership. Seorang pemimpin Polri yang paripurna itu harus memiliki background akademis serta knowledge yang memadai.

“Saya selalu bilang kalau mau menjadi pimpinan Polri yang memiliki daya saing dia harus memiliki minimal lima, yakni memiliki kemampuan teknis, leadership, kematangan religius, kemudian knowledge komunikasi yang baik, dan jaringan sosial yang kuat,” tandasnya.

Sebagai informasi, di dalam sidang terbuka tersebut, Herry berhasil menjawab seluruh pertanyaan yang diberikan oleh para penguji yang terdiri dari: Kabaharkam Polri Muhammad Fadil Imran; Guru Besar PTIK-STIK Chrysnanda Dwilaksana; Akademisi sekaligus Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) 2022-2027 J. Kristiadi; Dekan FISIP Universitas Indonesia (UI) Semiarto Aji Purwanto; Guru Besar Universitas Padjajaran (Unpad) Muradi; Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara (STFD) Setyo Wibowo; dan Dosen UI Tony Rudyansyah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *